KEMBALI


Entah apa dan bagaimana harus kusebut perasaan ini..
Galau? Sepertinya terlalu ‘anak muda’
Kosong? Tapi aku masih bisa bernafas..
Atau hampa? Sesak?
Menyedihkan?

Dia menghilang..
Tanpa pertanda, firasat, maupun pesan..
Dan aku, sistem kehidupanku jadi terganggu
Karena bagian dari ‘sistem’ tersebut hilang..

Kau bayangkan saja jika sebuah motor, businya hilang..
Apakah motor itu bisa berjalan?
Tidak.
Kau bayangkan saja jika aku Samson Betawi, dan dia bulu ketekku
Ketika bulu ketekku raib dibabat orang, apa Samson Betawi masih kuat?
Tidak.
Tidak.
Tidak.

Jangankan untuk menyebutkan apa perasaan ini..
Untuk merasakannya saja apakah aku pantas?

Aku merasa kehilangan atas apa yang sesungguhnya tidak pernah aku miliki..
Yang aku miliki hanya ragaku dan perasaanku padanya saja..
Raganya? Hatinya? Milik orang lain.
Miris sungguh..
Ketika manusia adalah pemilik sebuah cinta, namun ia sendiri tidak mampu menyetir, mengarahkan, dan menentukan kemana cinta ini akan menuju.
Kalau saja bisa, aku tentu akan memilih cinta ini kutujukan saja pada dia yang punya cinta padaku..
Aku ini.. bicara seperti ada orang yang mencintaiku saja..

Hei kamu..
Tidak cukupkah kamu tidak mencintaiku saja?
Jangan menghilang tanpa jejak dari hidupku seperti ini..
Aku cukup jika bisa melihat kau setiap hari, merasakan kehadiranmu, menyaksikan kau hidup, tertawa setiap hari..
Tidak peduli siapa di sisimu, asal aku bisa melihat kau ada, bagiku cukup..
Ya, cinta untuk seorang pengecut sepertiku adalah cukup dengan itu.
Memang aku akan selalu menelan sakit setiap kali melihat senyummu, bahagiamu, yang bukan karenaku melainkan karenanya..

Tapi aku lebih memilih untuk merasakan sakit
Asalkan kau kembali..

Kairo..

DUA DIA



Datang lagi..
Dia kembali datang, cinta pertamaku yang lama menghilang..
Walaupun dulu hanya kisah singkat remaja sekolah menegah pertama
Tapi dia pernah membuatku.. senang

Dia kembali,
Dengan penampilannya yang baru, namun dengan hati dan senyuman yang sama
Dia tetap manis memperlakukanku..
Membuat aku merasa terbang melayang dengan setiap tindak tanduk dan perkataannya..

Dan dia juga berhasil... sedikit mengurangi perasaanku pada ‘dia’ yang lain..
Dia yang ini tentu saja jauh lebih baik dari dia yang tidak pernah memandangku
Dia yang ini jauh lebih menyenangkan dari dia yang tidak pernah membalas cintaku

Dan dia yang itu, tiba-tiba berbalik mengobrak-abrik perasaanku..
Datang dengan marah-marah begitu aku melupakannya..
Lalu bagaimana ketika kau melupakan aku?
Lalu bagaimana ketika kau meninggalkan aku?
Namun aku akui, aku sedikit... senang ketika dia merasa dilupakan..
Senang ketika dia merasa ditinggalkan..
Dan apakah dia juga merasa kehilanganku?
Misteri..

Kamu,
Kenapa kamu serakah sekali?
Kenapa kamu menempati seluruh tempat di hatiku?
Tak bisakah kamu beri sedikit celah untuk kumenyelipkan cinta yang lain di hatiku?

LOVE IS... BLIND/NOT?


Aku tidak tahu apakah cinta itu buta, atau cinta bisa melihat dengan jelas..
Kalau cinta itu buta, mungkin aku tidak akan jomblo..
Akan ada satu dari sekian ribu orang buta yang mencintaiku..
Maka kusimpulkan bahwa cinta itu melihat dengan jelas..
Sangat jelas..

Lalu apa yang terjadi dengan dirinya?
Dia mencintai dengan buta, sementara yang dicintai mencintainya dengan melihat jelas..
Dia buta, rela menjadi apa saja demi gadis itu..
Tanpa bisa melihat, kalau gadis itu tidak menerima apa adanya dia..
Sementara gadis itu, melihat dengan jelas kalau yang mencintainya buta..
Gadis itu tahu persis bahwa pria itu menyerahkan seluruh hidup untuknya..

Lalu aku?
Aku kembali jadi pihak yang harus mereguk pahitnya sakit hati..
Mencoba membuka matanya namun justru ia menutup telinganya..
Apa hanya aku di dunia ini yang perasa?
Apa orang yang jatuh cinta seperti memakai kacamata kuda?
Hanya melihat ke satu titik tanpa bisa melihat sisi-sisi lain?

Sampai kapan aku harus jadi yang begini..
Andai aku bisa, aku ingin perasaan ini hilang saja..
Aku ingin jadi yang tidak peduli tentang kamu..
Setidaknya aku tidak harus jadi yang tersakiti melihat kau demikian bodoh..
Ataukah sebaiknya kau yang menghilang saja dari kehidupanku?
Atau aku yang menghilang dari kehidupanmu?

ANTARA LAGU, CINTA, DAN AKAL SEHAT


Terpikir olehku tentang sebuah lagu yang saat ini sedang kudengar..
Haruskah Ku Mati dari mas mas Ada Band..
Entah sekarang band itu masih ‘Ada’ atau tidak,
Aku suka dengan lirik lagu itu
bagaimana mestinya membuatmu jatuh hati kepadaku?
Telah kutuliskan sejuta puisi
meyakinkanmu membalas cintaku

haruskah kumati karenamu?
terkubur dalam kesedihan sepajang waktu
haruskah kurelakan hidupku?
hanya demi cinta yg mungkin bisa membunuhku,
hentikan denyut nadi jantungku
tanpa kutahu betapa suci hatiku
untuk memilikimu

yah begitulah kira-kira penggalan liriknya..
kalau mau yang lengkap silahkan googling..

belakangan ini, lagu itu menjadi semacam original soundtrack
 hidupku adalah film-nya, dan aku aktris utamanya..

kalau aku tidak salah, lagu itu menceritakan tentang seorang bodoh yang mencintai seorang sinting tak berperasaan, bahkan tidak peka akan kehadirannya..
entah si sinting itu gebetannya,
entah si sinting itu suami/istri orang
atau si sinting ini pacarnya sendiri, iya, pacar yang kurang ajar..
atau si sinting ini pacar temennya, aku tidak tahu pasti..
yang jelas dalam kasusku, si sinting ini sahabatku, yang diam-diam kugebet..

aku mungkin sudah berpuluh-puluh kali mendengar lagu ini..
gendang telingaku berpotensi besar untuk pecah, bahkan rusak..
Hingga pada sore menjelang maghrib ini, tiba-tiba PLAK!
Aku seperti digaplok Tuhan..
Membangunkan logikaku untuk berseteru dengan perasaan..

Kalau kata logikaku..
Aku memang tidak harus mati hanya karena seorang ‘Dia’
Aku tidak harus merelakan hidupku untuk seseorang yang –sama sekali- tidak balik mencintaiku..
Aku tidak harus menulis sejuta puisi untuk laki-laki yang bahkan tidak berminat membacanya..
Aku juga tidak perlu menghabiskan waktuku menunggu ‘Dia’ membalas cintaku..

Ada lebih dari sepuluh juta laki-laki di dunia ini, yang bebas kucintai..
Tidak mungkin satu orang pun tidak ada yang mencintaiku
Aku masih percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan pasangannya..
aku tidak perlu menghabiskan waktu menunggu dan mengharapkannya..
Toh kalau jodoh tidak kemana..

Namun perasaanku berkata lain..
Logika tidak mampu memaksa perasaanku untuk berhenti mencintainya..
Untuk mencari sosok lain yang bisa kucintai..
Dia seperti pusat gravitasi bagiku..
Sejauh apapun aku ingin pergi, seberapa kuat aku ingin memungkiri,
mata, hati, dan pikiranku akan tetap kembali padanya..
berpusat padanya..
hanya padanya..

dan aku mulai membenci diri sendiri..
karena harus jadi seorang pecundang yang bilang
bahwa ‘cinta tidak harus memiliki’