Terpikir olehku tentang sebuah lagu yang saat ini sedang kudengar..
Haruskah Ku Mati dari mas mas Ada Band..
Entah sekarang band itu masih ‘Ada’ atau tidak,
Aku suka dengan lirik lagu itu
bagaimana mestinya
membuatmu jatuh hati kepadaku?
Telah kutuliskan
sejuta puisi
meyakinkanmu membalas
cintaku
haruskah kumati
karenamu?
terkubur dalam
kesedihan sepajang waktu
haruskah kurelakan
hidupku?
hanya demi cinta yg
mungkin bisa membunuhku,
hentikan denyut nadi
jantungku
tanpa kutahu betapa
suci hatiku
untuk memilikimu
yah begitulah
kira-kira penggalan liriknya..
kalau mau yang lengkap
silahkan googling..
belakangan ini, lagu
itu menjadi semacam original soundtrack
hidupku adalah film-nya, dan aku aktris
utamanya..
kalau aku tidak salah,
lagu itu menceritakan tentang seorang bodoh yang mencintai seorang sinting tak
berperasaan, bahkan tidak peka akan kehadirannya..
entah si sinting itu
gebetannya,
entah si sinting itu
suami/istri orang
atau si sinting ini
pacarnya sendiri, iya, pacar yang kurang ajar..
atau si sinting ini
pacar temennya, aku tidak tahu pasti..
yang jelas dalam
kasusku, si sinting ini sahabatku, yang diam-diam kugebet..
aku mungkin sudah
berpuluh-puluh kali mendengar lagu ini..
gendang telingaku
berpotensi besar untuk pecah, bahkan rusak..
Hingga pada sore
menjelang maghrib ini, tiba-tiba PLAK!
Aku seperti digaplok
Tuhan..
Membangunkan logikaku
untuk berseteru dengan perasaan..
Kalau kata logikaku..
Aku memang tidak harus
mati hanya karena seorang ‘Dia’
Aku tidak harus
merelakan hidupku untuk seseorang yang –sama sekali- tidak balik mencintaiku..
Aku tidak harus
menulis sejuta puisi untuk laki-laki yang bahkan tidak berminat membacanya..
Aku juga tidak perlu
menghabiskan waktuku menunggu ‘Dia’ membalas cintaku..
Ada lebih dari sepuluh
juta laki-laki di dunia ini, yang bebas kucintai..
Tidak mungkin satu
orang pun tidak ada yang mencintaiku
Aku masih percaya
bahwa Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan pasangannya..
aku tidak perlu
menghabiskan waktu menunggu dan mengharapkannya..
Toh kalau jodoh tidak
kemana..
Namun perasaanku
berkata lain..
Logika tidak mampu
memaksa perasaanku untuk berhenti mencintainya..
Untuk mencari sosok
lain yang bisa kucintai..
Dia seperti pusat
gravitasi bagiku..
Sejauh apapun aku
ingin pergi, seberapa kuat aku ingin memungkiri,
mata, hati, dan pikiranku
akan tetap kembali padanya..
berpusat padanya..
hanya padanya..
dan aku mulai membenci
diri sendiri..
karena harus jadi
seorang pecundang yang bilang
bahwa ‘cinta tidak harus memiliki’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar